Column

Muhammad Shodiq *

Seluruh Umat Islam sangat menantikan datangnya Hari Raya Idul Fitri, yang disebut sebagai hari raya kemenangan bagi orang-orang Muslim setelah melakukan puasa Ramadan selama satu bulan.

Idul Fitri, yang dirayakan setiap 1 Syawal, adalah salah satu peristiwa yang paling menggembirakan bagi umat Islam di seluruh dunia. Ini bukan hanya hari kemenangan setelah menahan diri selama bulan puasa. Selain itu, Idul Fitri adalah hari yang harus dihormati karena pada hari itu Allah telah menjanjikan ampunan. Umat muslim di seluruh dunia bersukacita pada hari raya tersebut. Kebahagiaan dan kegembiraan ini tidak lain karena Allah SWT akan memberikan pahala dan ampunan kepada mereka yang berhasil melakukan ibadahnya dengan benar.

Umat Islam akhirnya sampai pada hari yang sangat menyedihkan ketika pertemuan dengan Bulan Ramadan yang selalu dirindukan berakhir. Hal ini dikarenakan puasa, shalat malam, dan membaca Alquran mungkin belum dilakukan secara optimal. Bahkan ibadah-ibadah lainnya mungkin juga belum dilakukan secara optimal. Tapi ketika waktu berlalu begitu cepat, ternyata tanpa terasa begitu cepat berlalu meninggalkan kita.

Ketika air mata mengalir, itu menunjukkan perasaan sedih yang bergemuruh dalam hati, menimbulkan pertanyaan apakah kita akan dapat bertemu lagi dengan bulan Ramadan tahun berikutnya? Karena itulah dulu para salafus-shalih menangis ketika bulan Ramadan pergi meninggalkan mereka, dan mereka mengucapkan doa, “Ya Allah, anugerahkan lagi kepada kami bulan Ramadhan, anugerahkan lagi kepada kami bulan Ramadhan, dan bulan Ramadhan..” Doa ini menunjukkan rasa rindu kita akan datangnya bulan Ramadan.

Sayangnya, di tengah kegembiraan merayakan Hari Raya Idul Fitri, banyak orang lupa merenungkan makna sebenarnya dari Idul Fitri. Secara harfiah, Idul Fitri adalah perayaan berbuka puasa, dengan kata Arab “Id” yang berarti festival atau perayaan dan “Al-Fitr” yang berarti berbuka puasa.

Seperti yang dinyatakan dalam surah Ar-Rum ayat 30, kembali ke fitrah adalah makna Idul Fitri.

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Selain itu, kata “fitrah” berarti kembali ke sifat bawaan seseorang, yaitu bersih dan suci, setelah melakukan berbagai amalan selama bulan Ramadan. Dengan demikian, orang-orang yang telah berusaha untuk membersihkan dan menyucikan diri mereka sendiri dapat dianggap kembali ke fitrah.

Idul Fitri berarti kesucian, karena seseorang dilatih untuk menyucikan diri secara fisik dan mental selama bulan Ramadan dengan harapan bahwa Allah Swt akan mengampuni dosa-dosanya, sehingga mereka suci lahir dan batin. Rasulullah SAW pernah bersabda:

bersabda: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari).

Menurut firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183), puasa dilakukan dengan tujuan agar orang yang melakukannya menjadi lebih bertakwa.

Disebutkan dalam hadis, “Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Idul Fitri adalah hari di mana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari di mana kalian berpuasa,” Idul Fitri adalah hari raya berbuka setelah sebulan penuh berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa umat Islam diizinkan untuk makan dan minum di siang hari seperti biasa.

Idul Fitri juga merupakan cara untuk bersyukur kepada Allah atas kemenangan yang didapat setelah menjalankan puasa Ramadan. Oleh karena itu, orang Indonesia merayakannya dengan mengucapkan takbir, tasbih, atau tahmid. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai cara untuk menunjukkan rasa syukur dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada umat-Nya.

Disamping makna Idul Fitri kembali kepada fitrah, Selama sebulan menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Idul Fitri disebut Hari Raya Kemenangan karena sukses mengendalikan nafsu. Umat Islam berpuasa Ramadan selama satu bulan, menahan hawa nafsu mereka. Setelah puasa Ramadan berakhir, Allah SWT memerintahkan umat muslim untuk merayakannya sebagai cara untuk menunjukkan rasa syukur kepada-Nya karena mereka telah memiliki kemampuan untuk menjaga diri mereka sendiri.

Tiga arti kemenangan pada hari raya Idul Fitri tahun 1445 H sebagai berikut: Pertama, kemenangan spiritual. Inilah kemenangan jiwa yang bebas dari syirik, hasud, dengki, dan keangkuhan. Kesucian spiritual harus dipertahankan setelah Ramadan berakhir, yang membatasi aktivitas biologis. Karena itu, disebutkan dalam Surat Al-Syams ayat 9 ayat 10, “Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” Karena itu, orang yang bersih jiwanya akan menghindari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, menghindari kesalahan, dan menghindari melanggar aturan-aturan Allah.

Kedua, kemenangan emosional. Mampu mengendalikan emosi berarti sabar. Sabar adalah kekuatan yang harus dipertahankan, bukan tanda kelemahan. Dari Abu Hurairah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Orang kuat bukanlah orang yang sering menang dalam perkelahian, akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika marah,”. Sifat yang paling penting adalah kesabaran. Jangan membuat kegaduhan saat berpuasa, dan tegaskan, “inni shaimun” atau “saya berpuasa” jika ada yang ingin bertengkar. Orang yang berpuasa akan menahan emosinya untuk menghindari cacian atau dendam.

Ketiga, kemenangan intelektual. Di mana kemenangan intelektual ini ditandai dengan melahirkan individu muslim yang mampu memahami situasi dan kondisi. Kecerdasan adalah kesesuaian kualitas-kuantitas dan melampaui nilai-nilai yang telah ditentukan. Nabi Muhammad mengatakan bahwa orang yang cerdas paling sering mengingat kematian dan paling baik mempersiapkan bekal untuk hidup setelah kematian. Jadi, kecerdasan intelektual dalam Islam adalah kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, memahami mana yang baik dan mana yang buruk, dan memahami mana yang wajib dan mana yang bukan.

Itulah makna Idul Fitri yang sesungguhnya bahwa kita Kembali kepada fitrah seperti bayi yang baru lahir dari Rahim seorang ibu yang putih bersih tanpa noda dan dosa serta dengan Idul Fitri kita meraih kemenangan melawan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa dengan ditandai dengan 3 kemenangan yakni: kemenangan spiritual, kemenangan emosional dan  kemenangan intelektual.

Akhirnya penulis mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H / 2024 M Mohon Maaf Lahir dan Batin semoga semua ibadah kita selama ramadan diterima Allah SWT dan kita diberikan kesempatan Allah SWT untuk bertemu dengan ramadan tahun depan, Aamiin YRA.

*Dosen FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya dan Lebih Populer dengan sebutan Wak Kaji Shodiq serta Pemilik Akun Resmi @Youtube: Wak Kaji Shodiq TV, Instagram: @wakkajishodiq, TikTok: @wakkajishodiq dan SnacVideo: @wakkajishodiq